“Pemandangan
hari ini sangat indah ya,” senyumku sambil menatap cakrawala di pagi hari.
Langit terlihat begitu cerah dan matahari serta awan putih seperti tidak mau
ketinggalan untuk ikut serta dalam meramaikan suasana pagi ini. Beberapa mobil
yang tampak macet di jalanan juga turut berebut untuk sekadar menyaksikan
sebuah perhelatan akbar manusia-manusia terpilih. Hari ini, orang-orang yang
dipersiapkan untuk menjadi ksatria-kastria tanah air telah mencapai titik nadir
mereka. Sebuah puncak kebahagiaan atas segala peluh, pikiran yang terkuras
untuk mengisi ruang ilmu di setiap saraf otak, dan hati yang telah memuliakan
waktu tuk sekadar menjadi orang yang bermanfaat untuk masyarakat baik disadari
maupun tidak disadari oleh mereka. Termasuk aku, yang juga menjadi salah satu
di antara mereka yang mendapatkan salah satu karuniaNya. Ya kawan, hari ini
adalah hari penobatan kelulusanku.
Telepon
genggamku tiba-tiba bergetar dan aku mengangkat telepon yang sedari tadi ternyata
sudah empat panggilan masuk tanpa aku sadari. “Dimas lagi dimana? Ini bisnya di
depan Unpad,” aku mendengar suara ayahku yang senyap-senyap dikalahkan oleh
bisingnya keramaian prosesi pagi ini. “Ini lagi di depan ruangan prosesinya,”
jawab aku. Belum sempat aku bertanya mereka lagi dimana, tiba – tiba suara
hilang. “duh kenapa mati disaat penting kayak gini,” kesalku sambil mencoba
menyalakan telepon genggamku yang tiba-tiba mati. “oh iya, kok mereka naik bis?
Kenapa gak bawa mobil aja,” batinku. Tidak terasa prosesi akan segera dimulai.
Panitia wisuda seperti tidak ada lelahnya mengajak para peserta masuk ke dalam
ruangan untuk memulai prosesi. Layaknya induk ayam yang bertemu dengan
anak-anaknya, para peserta wisuda seperti asyik sendiri bercengkrama dengan
keluarga mereka tanpa memperdulikan panggilan panitia. Akan tetapi, hanya aku
yang sedari tadi seperti anak ayam kehilangan induk. Berkali-kali aku mengalihkan
setiap pandangan, namun belum menemukan keluargaku. Belum selesai mencari,
panggilan panitia semakin tegas untuk meminta peserta memasuki ruangan. Aku pun
mau tidak mau harus masuk juga tanpa berbincang-bincang atau hanya sekadar
bertatap muka dengan keluarga yang aku sayangi.
Prosesi
dimulai berjalan dengan lancar disertai dengan tepuk tangan yang riuh
bersautan. Satu per satu peserta dipanggil untuk naik ke podium untuk menerima
sebuah map yang menjadi idaman setiap mahasiswa sarjana. Lalu acara dilanjutkan
dengan persembahan vokal yang merdu dari paduan suara mahasiswa. Tidak ketinggalan
beberapa perwakilan peserta juga menyerahkan secara langsung bunga kepada ibu
mereka sebagai tanda terima kasih atas pengorbanan yang telah mereka berikan. Lantunan
indah dari lirik lagu yang berjudul “Bunda” bersenandung mengisi sudut-sudut
ruangan. Suasana haru mengisi atmosfer di ruangan ini. Isak tangis berderai tak
tertahankan sebagai tanda syukur atas kelulusan kami dan rasa terima kasih kami
atas dukungan yang telah diberikan orang tua kami.
Lapangan
parkir tampak penuh setelah prosesi ditutup. Akan tetapi, bukan dipenuhi oleh
kendaraan melainkan dipenuhi dengan para peserta prosesi dan keluarga mereka
yang tampak asyik saling bercengkrama satu sama lain. Dari kejauhan akhirnya
aku melihat keluargaku yang sedang bercanda tawa dengan sekolompok orang yang
aku tahu merupakan teman kerja ayahku. “ternyata bawa teman-teman kantornya
juga, pantesan naik bis,” aku tersenyum. Selang beberapa menit aku menatap
mereka. aku melihat dari kejauhan hanya ayahku yang sudah menyadari
keberadaanku. Beliau mengalihkan perhatiannya dan menatap dari jauh anaknya
yang sedari tadi mencarinya. Aku melihat senyuman yang hangat terpancar dari
raut mukanya. Kami masih saja menatap satu sama lain dari kejauhan. Untaian kata
yang tidak terucap, namun bisa kurasakan bergema di relung hatiku
“selamat ya Dimas, semoga menjadi
dokter yang baik. Maaf kalo kita gak bisa berbincang satu sama lain. Suatu saat
nanti, di lain kesempatan mungkin kita akan bertemu lagi. Saling bertukar
cerita dengan kamu, mama, dan juga adik kamu.”
Aku
terbangun...
Mencoba
menafsirkan apa yang baru saja aku alami...
Ternyata
hanya mimpi...
Allah...
Klise-klise
masa lalu seperti membanjiri ingatanku. Aku tersenyum dalam isak tangis. Air mata
penuh rindu dan juga sedih yang tidak tertahankan menetes perlahan. Tersadar sudah
4 tahun aku tidak bertemu dengannya setelah beliau benar-benar tertidur sebelum
sempat aku untuk sekadar mengatakan, “aku diterima di kedokteran Unpad, aku
akan jadi dokter.” Aku sangat menyayangi ayahku, seseorang yang jarang sekali
menampakkan wajah lelah di depan anaknya. Seseorang yang tidak pernah
sedikitpun menyerah atas impianku untuk menjadi dokter. Bukan hanya impianku,
melainkan impian kami. Namun, takdir berkata lain. Tepat seminggu sebelum aku
menjalani SNMPTN Sang Kuasa memanggilnya.
Jam tangan menunjukkan pukul 02:30. Aku
bergegas untuk mengambil wudhu...
“Aku akan memberikan kado untuknya malam
ini,” benakku sambil tersenyum..
Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau ingin ku
menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak
Reff :
Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan
detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
Ada Band: Yang Terbaik Bagimu
2 comments:
he never left us :')
Insya Allah kelak akan dipertemukan kembali di surga-Nya ya kak dimas.. semangat^^
Post a Comment