Jatinangor, 2 Oktober 2012
Pukul 05.29 WIB
Gemercik
air terdengar keras di sekitar kosanku, sebuah pemukiman yang cukup padat
dengan rumah saling berdempetan. Tidak ada celah untuk bermain bola bahkan
kendaraan seperti motor pun sulit untuk meliak – liuk di gang. Bukan gang,
mungkin bisa dibilang ruang yang tersisa di pemukiman ini. Segala aktivitas
yang dilakukan orang – orang disini pun bisa terdengar dengan jelas.
Sepertinya, suara disini tidak dibiarkan lepas begitu saja dari kepadatan
pemukiman ini. Suara kereta di kejauhan pun seakan menyahut reriuhan segala
aktivitas yang dilakukan manusia pagi ini, termasuk Aku yang sedang duduk manis
di atas tempat tidurku. Ada lagi suara yang lain. Suara seorang Ibu yang sedang
menjajakan jualannya tiap pagi, “nasi kuning a, gorengannya a”. Kau tahu kawan,
momen seperti ini hanya bisa didapatkan pada pagi hari di Pondok Averous,
tempat Aku tinggal. Aku bersyukur tinggal di tempat ini. Tempat ini begitu
tenang dan mendayu – dayu ketika pagi, merefreshkan
segala penat di kepala.
Aku terduduk dalam
diam, menikmati segala momen pagi ini. Ingin rasanya Aku membuat teh agar
semakin lengkap momen ini. Ingin juga rasanya aku tidur menghadap langit,
menikmati keindahan sang surya yang siap memberikan alat memasak untuk membuat
vitamin D di kulit, yaitu cahaya matahari. Kau tahu kawan, segala nikmat yang
diberikan Allah seperti tidak ada habis – habisnya ya. Momen berharga seperti
tiap pagi di Averous juga merupakan nikmat.
Tiba – tiba aku
teringat perjuanganku ketika aku SMA dulu. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, institusi yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya ketika
pengumuman hasil SNMPTN memberikan jawaban atas semua kegalauanku kala itu. Aku
teringat ketika aku ujian mandiri tetapi tidak menghasilkan apa – apa. Aku
teringat ketika ibu mengajakku untuk ujian mandiri langsung ke daerah
institusinya agar peluang aku besar. Aku
teringat bersama ibu ke Purwokerto naik kereta untuk menjalani ujian mandiriku
dan sesampainya disana kami tidur dulu di masjid. Aku teringat apa yang
dibilang ayah dikala aku gagal pada setiap ujian mandiriku. Aku teringat
tekanan yang sedang menghampiriku, mengetahui bahwa ujian yang harus kujalani
tinggal tersisa SNMPTN aja sedangkan aku belum diterima dimanapun. Aku teringat
ketika Ayah meninggal seminggu sebelum aku ujian SNMPTN. Aku benar – benar
langsung drop waktu itu, timbul
perasaan aku tidak mau kuliah lagi. Semangatku benar – benar hilang pada saat
itu. Aku teringat…..
Sedih…
Bangga…
Kehilangan…
Khawatir…
Baiklah kawan, nanti aku akan ceritakan
kisah itu semuanya…
Semangat dan tetap tersenyuuum ^_^
No comments:
Post a Comment