Sunday 29 September 2013

Semoga Kalian Baik-baik Saja Ya….


Jakarta, 26 September 2013
Pukul 00:30 WIB

            “Kendaraan masih saja ramai,” benakku ketika melihat keluar jendela. Jakarta oh Jakarta, kehidupan kota ini seperti tidak ada henti-hentinya. Lampu kendaraan yang berlalu-lalang seperti menjadi penerang kota ini meskipun lampu jalan saja sudah cukup. Terlihat beberapa angkutan umum ngetem. Mereka tampaknya juga tidak mau ketinggalan untuk meramaikan jalan. Sesekali terdengar teriakan supir angkot, “ayo neng, melayu melayu.” Kadang aku berpikir bagaimana mereka bisa mendapatkan penumpang yang banyak jam segini. Namun aku tersadar, inilah hidup yang mereka pilih. Mereka tentunya punya keluarga yang harus dinafkahi. Aku pun juga tersadar jika ini hidup yang aku pilih, menjadi mahasiswa kedokteran. “Semangat bapak supir angkot!” Aku tersenyum.

Bus yang aku tumpangi pun berhenti, pertanda bus sudah memasuki daerah Pasar Rebo. Aku pun keluar dari bus dan mencoba menghirup udara malam Kota Jakarta. “Hhhh, seenggaknya lebih baik dibandingkan udara siang hari,” benakku. Aku mulai menyusuri jalan dan mencari angkot yang menuju ke rumahku. Aku menemukan banyak angkot yang ngetem tetapi tidak banyak sepertinya supir angkot yang ingin menyalakan mesinnya. Aku pun mencari angkot yang sudah ramai penumpang. Tentu saja berharap angkot tersebut bisa segera jalan. Aku pun akhirnya menemukan satu angkot yang sudah terisi sepertiganya. Benar saja, ketika aku masuk ke dalam angkot tersebut, supir angkot mulai menyalakan mesinnya dan angkot pun mulai jalan.

Sebenarnya baru kali ini aku sampai ke Jakarta selarut ini jika dari Jatinangor. Bagaimana tidak, aku berangkat dari Jatinangor saja pukul 21.00. Hal ini tidak akan aku paksakan jika di dalam laptop tidak ada data penting seperti skripsi. Akhirnya mau tidak mau harus dipaksakan mengingat minggu depan harus sudah mengambil data. “Inilah hidup yang sudah aku pilih,” pikirku. Sepertinya sudah sampai di pertigaan RSUD Budhi Asih.
“Bang, kiri bang” aku pun turun

Tidak perlu aku menunggu, angkot yang menuju Mall Kalibata ternyata sudah terlebih dahulu menunggu penumpang yang akan naik. Sebenarnya aku ingin mencari angkot lain yang tidak ngetem, namun angkot yang menuju Mall Kalibata biasanya jarang jika sudah selarut ini. Akhirnya saya pun menaiki angkot tersebut. Menit demi menit berlalu, masih tidak ada tanda-tanda supir angkot akan menjalankan kendaraannya. Aku pun tertidur karena capeknya tubuh dan penantian lama yang tak kunjung dijawab oleh supir angkot dengan menjalankan kendaraannya. Lalu aku mendengar suara ibu-ibu. “Ayah naiknya hati-hati ya biar gak jatuh lagi.” Aku terbangun dari tidur sambil memperhatikan seorang laki-laki gempal yang sudah cukup tua tampak kesulitan masuk ke dalam angkot. Tampak pula seorang ibu di dekat pintu angkot yang sedang menggendong anaknya. “ayah awas yah, lihat ke bawah biar gak kesandung,” kata ibu itu kepada laki-laki tersebut. Namun sejak dari tadi laki-laki itu hanya diam. Aku baru menyadari jika mereka sekeluarga. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaanku, apa yang mereka lakukan jam segini di jalan? Aku masih memperhatikan laki-laki itu. Dari cara jalannya sepertinya beliau pernah terkena stroke. Aku juga memperhatikan tangan kirinya yang tampak lemas dan lunglai. “Kayaknya emang stroke deh,” pikirku. Ibu yang menggendong anaknya lalu ikut masuk ke dalam setelah memastikan suaminya sudah duduk dengan nyaman di kursi angkot. “Ibu ini sayang banget kayaknya sama suaminya,” pikirku lagi sambil tersenyum memperhatikan ibu itu. Aku melihat ibu itu memakai daster. Jarang sekali ibu-ibu jika sedang jauh dari rumah memakai daster. “Sepertinya mereka keluarga yang sederhana,” kataku dalam hati.

Akhirnya angkot yang saya tumpangi mulai jalan. Aku masih memperhatikan sebuah keluarga yang sejak dari tadi membuat aku memikirkan banyak hal. Entah kenapa aku menyukai mereka. Angkot yang saya tumpangi sudah sampai di kalibata tepat pukul 00.10 WIB. Aku pun turun dari angkot diikuti keluarga yang sedari tadi aku perhatikan. Tidak jauh dari tempat aku turun terdengar suara pintu kereta api bersamaan dengan munculnya kereta yang menuju kearah Bogor. “Ayah jalannya hati-hati ya,” terdengar suara ibu itu dan laki-laki itu masih meresponnya dengan diam. “Ayah, kayaknya masih ada kereta deh, itu aja ada kereta baru lewat,” kata ibu itu lagi kepada suaminya. Aku yang tidak sengaja mendengar ucapan ibu itu tiba-tiba kaget. Segera aku meraih telepon genggam yang ada di kantong celanaku untuk melihat sudah pukul berapa sekarang. Cairan hangat tiba-tiba menyusuri pipiku ketika aku melihat sudah pukul 00.15 WIB. Aku langsung mencari mereka, berusaha memberi tahu jika yang mereka lihat tadi adalah kereta terakhir, baik yang ke arah Stasiun Bogor maupun ke arah Stasiun Kota. Mataku menyusuri sudut demi sudut jalan dan entah kenapa aku tidak melihat mereka lagi. Sepertinya mereka sudah tenggelam diantara kerumunan kendaraan yang berhenti karena baru saja kereta melewati pintu perlintasan tersebut. Dengan berat hati karena tidak menemukan mereka, aku pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju rumahku yang tidak begitu jauh dari perlintasan kereta api Mall Kalibata. Aku masih memikirkan bagaimana cara mereka untuk pulang. Aku pun juga memikirkan bagaimana seandainya mereka tidak bisa pulang malam ini, dimanakah mereka harus tinggal untuk sementara?

Melihat ke langit
“Ya Allah, permudahkanlah mereka untuk pulang ke rumah mereka”
           “Semoga kalian baik-baik saja ya….”

No comments:

Post a Comment