Jakarta, 26 September 2013
Pukul 00:30 WIB
“Kendaraan
masih saja ramai,” benakku ketika melihat keluar jendela. Jakarta oh Jakarta,
kehidupan kota ini seperti tidak ada henti-hentinya. Lampu kendaraan yang berlalu-lalang
seperti menjadi penerang kota ini meskipun lampu jalan saja sudah cukup.
Terlihat beberapa angkutan umum ngetem.
Mereka tampaknya juga tidak mau
ketinggalan untuk meramaikan jalan. Sesekali terdengar teriakan supir angkot,
“ayo neng, melayu melayu.” Kadang aku berpikir bagaimana mereka bisa
mendapatkan penumpang yang banyak jam segini. Namun aku tersadar, inilah hidup
yang mereka pilih. Mereka tentunya punya keluarga yang harus dinafkahi. Aku pun
juga tersadar jika ini hidup yang aku pilih, menjadi mahasiswa kedokteran.
“Semangat bapak supir angkot!” Aku tersenyum.
Bus yang aku tumpangi
pun berhenti, pertanda bus sudah memasuki daerah Pasar Rebo. Aku pun keluar
dari bus dan mencoba menghirup udara malam Kota Jakarta. “Hhhh, seenggaknya
lebih baik dibandingkan udara siang hari,” benakku. Aku mulai menyusuri jalan
dan mencari angkot yang menuju ke rumahku. Aku menemukan banyak angkot yang ngetem tetapi tidak banyak sepertinya
supir angkot yang ingin menyalakan mesinnya. Aku pun mencari angkot yang sudah
ramai penumpang. Tentu saja berharap angkot tersebut bisa segera jalan. Aku pun
akhirnya menemukan satu angkot yang sudah terisi sepertiganya. Benar saja,
ketika aku masuk ke dalam angkot tersebut, supir angkot mulai menyalakan
mesinnya dan angkot pun mulai jalan.
Sebenarnya baru kali
ini aku sampai ke Jakarta selarut ini jika dari Jatinangor. Bagaimana tidak,
aku berangkat dari Jatinangor saja pukul 21.00. Hal ini tidak akan aku paksakan
jika di dalam laptop tidak ada data penting seperti skripsi. Akhirnya mau tidak
mau harus dipaksakan mengingat minggu depan harus sudah mengambil data. “Inilah
hidup yang sudah aku pilih,” pikirku. Sepertinya sudah sampai di pertigaan RSUD
Budhi Asih.
“Bang, kiri bang” aku
pun turun
Tidak perlu aku
menunggu, angkot yang menuju Mall Kalibata ternyata sudah terlebih dahulu
menunggu penumpang yang akan naik. Sebenarnya aku ingin mencari angkot lain
yang tidak ngetem, namun angkot yang
menuju Mall Kalibata biasanya jarang jika sudah selarut ini. Akhirnya saya pun
menaiki angkot tersebut. Menit demi menit berlalu, masih tidak ada tanda-tanda
supir angkot akan menjalankan kendaraannya. Aku pun tertidur karena capeknya
tubuh dan penantian lama yang tak kunjung dijawab oleh supir angkot dengan
menjalankan kendaraannya. Lalu aku mendengar suara ibu-ibu. “Ayah naiknya
hati-hati ya biar gak jatuh lagi.” Aku terbangun dari tidur sambil
memperhatikan seorang laki-laki gempal yang sudah cukup tua tampak kesulitan
masuk ke dalam angkot. Tampak pula seorang ibu di dekat pintu angkot yang
sedang menggendong anaknya. “ayah awas yah, lihat ke bawah biar gak kesandung,”
kata ibu itu kepada laki-laki tersebut. Namun sejak dari tadi laki-laki itu
hanya diam. Aku baru menyadari jika mereka sekeluarga. Akan tetapi, yang
menjadi pertanyaanku, apa yang mereka lakukan jam segini di jalan? Aku masih
memperhatikan laki-laki itu. Dari cara jalannya sepertinya beliau pernah
terkena stroke. Aku juga memperhatikan tangan kirinya yang tampak lemas dan
lunglai. “Kayaknya emang stroke deh,” pikirku. Ibu yang menggendong anaknya
lalu ikut masuk ke dalam setelah memastikan suaminya sudah duduk dengan nyaman
di kursi angkot. “Ibu ini sayang banget kayaknya sama suaminya,” pikirku lagi
sambil tersenyum memperhatikan ibu itu. Aku melihat ibu itu memakai daster.
Jarang sekali ibu-ibu jika sedang jauh dari rumah memakai daster. “Sepertinya
mereka keluarga yang sederhana,” kataku dalam hati.
Akhirnya angkot yang
saya tumpangi mulai jalan. Aku masih memperhatikan sebuah keluarga yang sejak
dari tadi membuat aku memikirkan banyak hal. Entah kenapa aku menyukai mereka.
Angkot yang saya tumpangi sudah sampai di kalibata tepat pukul 00.10 WIB. Aku
pun turun dari angkot diikuti keluarga yang sedari tadi aku perhatikan. Tidak
jauh dari tempat aku turun terdengar suara pintu kereta api bersamaan dengan
munculnya kereta yang menuju kearah Bogor. “Ayah jalannya hati-hati ya,”
terdengar suara ibu itu dan laki-laki itu masih meresponnya dengan diam. “Ayah,
kayaknya masih ada kereta deh, itu aja ada kereta baru lewat,” kata ibu itu
lagi kepada suaminya. Aku yang tidak sengaja mendengar ucapan ibu itu tiba-tiba
kaget. Segera aku meraih telepon genggam yang ada di kantong celanaku untuk
melihat sudah pukul berapa sekarang. Cairan hangat tiba-tiba menyusuri pipiku
ketika aku melihat sudah pukul 00.15 WIB. Aku langsung mencari mereka, berusaha
memberi tahu jika yang mereka lihat tadi adalah kereta terakhir, baik yang ke
arah Stasiun Bogor maupun ke arah Stasiun Kota. Mataku menyusuri sudut demi
sudut jalan dan entah kenapa aku tidak melihat mereka lagi. Sepertinya mereka
sudah tenggelam diantara kerumunan kendaraan yang berhenti karena baru saja
kereta melewati pintu perlintasan tersebut. Dengan berat hati karena tidak
menemukan mereka, aku pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju
rumahku yang tidak begitu jauh dari perlintasan kereta api Mall Kalibata. Aku
masih memikirkan bagaimana cara mereka untuk pulang. Aku pun juga memikirkan
bagaimana seandainya mereka tidak bisa pulang malam ini, dimanakah mereka harus
tinggal untuk sementara?
Melihat ke langit
“Ya Allah,
permudahkanlah mereka untuk pulang ke rumah mereka”
“Semoga kalian
baik-baik saja ya….”
No comments:
Post a Comment