Sunday 17 February 2013

Secercah Cahaya


Jatinangor, 17 Februari 2013

Hoaaaaaahm…..
Terbangun…..
Membuka mata…
            Kudapati secercah cahaya mentari yang mengintip dibalik awan. “Hai mentari, selamat pagi, kayaknya lagi mendung deh” batinku. Sang jenderal pagi pun mulai berkokok, memastikan setiap manusia menyadari perputaran bumi wilayah Indonesia sudah sejajar dengan matahari. Di kejauhan tampak anak kecil bermain riang bersama teman – temannya. Salah satu dari mereka sepertinya ada yang menjadi pemimpin untuk mengatur permainan yang mereka sedang lakukan. “Senangnya jadi anak kecil yang belum mempunyai beban kehidupan,” batinku lagi.

Tiba – tiba tersadar…
            Skripsi oh skripsi. Kata tersebut mulai muncul lagi di bagian korteks otak, membuat saya semakin mengingat tentang skripsi. “FK keren banget ya, skripsinya cepet,” kata temanku waktu itu di suatu tempat. Entah aku senang atau takut mendengar pernyataan dari temanku  itu. Aku mulai memikirkan sudah sejauh apa pengerjaan skripsiku. Aku menghitung – hitung setiap waktu yang harus aku gunakan untuk fokus pengerjaan skripsi. Ternyata sebenarnya meskipun terlihat lama pengerjaan skripsi yang satu tahun ini, tetapi ternyata terlihat sebentar ya. Belum lagi ditambah waktu yang harus aku gunakan untuk menjalankan amanahku dan tuntutan akademik yang cukup padat.

Kembali aku menatap mentari…
Terdiam….
            “Secercah cahaya, kamu belum nyerah juga ya mentari memperlihatkan sedikit sinar kamu ketika awan lagi gak bersahabat dengan kamu” kataku dalam hati       .

Tiba – tiba tersadar….
Terdiam lagi….
Tersenyum…
            “Kamu  mau mengingatkan manusia ya mentari? Kamu ingin memperlihatkan cahaya itu terlihat lebih indah ditengah mendungnya awan ya?” batinku sambil tersenyum. Kini aku menyadari mengapa setiap hikmah itu muncul dari cobaan. Kini aku merasakan mengapa setiap hati yang bersyukur terlihat ketika seseorang melihat orang lain yang jauh lebih menderita keadaannya daripada dirinya.

Tersenyum lagi….
            Aku mulai mengingat klise – klise kehidupanku di SMA. Aku mengingat bagaimana aku ikut ujian mandiri tetapi belum mendapatkan hasil yang diinginkan. Aku mengingat bagaimana aku menangis ketika tidak percaya melihat hasil SNMPTN aku diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Pada saat itu aku melihat cahaya. Buah dari hasil jerih payahku yang tidak menyerah sampai akhir. Tidak ada kata lelah untuk terus belajar dan berdoa, memanfaatkan waktu yang ada. Mimpi sejak kecil yang aku idam – idamkan, kini berada di gerbangnya. Gerbang itu menghubungkan aku dengan kegelapan terowongan lain yang menjadi tantangan untuk menjadi dokter yang sebenarnya.  

Menatap mentari…
            Ayo semangat Dimas Febrian Purnomo! Percayalah disetap kegelapan ada cahaya yang indah. Percahayalah di setiap terowongan yang gelap pasti ada ujung keluar yang menampakkan cahaya. Organisasimu, skripsimu, tuntutan akademikmu, adalah ujian kamu saat ini. Mereka adalah batu bata penyusun terowongan yang gelap tempat kamu berada saat ini. Kini pilihan itu hanya, apakah kamu terus berusaha mencari cahaya tersebut, atau apakah kamu menyerah dengan keadaan tersesat?

Cahaya mentari semakin bersinar…..
            Sekarang, aku, Dimas Febrian Purnomo, akan terus bekerja keras melewati ini semua dengan semangat. Mencari cahaya terowonganku untuk benar – benar menjadi seorang dokter. Terus bergerak dan bergerak dan memasrahkan hasil sepenuhnya olehNya.    

Semangat dan tetap tersenyuuuuuuuuum ^_^

No comments:

Post a Comment